Bogor – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor menyoroti lemahnya pengawasan serta penindakan terhadap peredaran minuman beralkohol (minol) ilegal yang masih marak di wilayah Kota Bogor.
Ketua Komisi I DPRD Kota Bogor, H. Karnain Asyhar, menyampaikan keprihatinannya atas kondisi tersebut. Ia menegaskan bahwa peredaran minuman beralkohol di sejumlah tempat saat ini telah melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2001 serta Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 1 Tahun 2022.
“Peredaran minol ini praktis menabrak norma dan peraturan yang sudah ada. Ini menunjukkan bahwa penegakan perda belum berjalan optimal, terutama oleh Satpol PP sebagai pihak yang memiliki kewenangan di bidang tersebut,” ujar Karnain.
Karnain menjelaskan, berdasarkan aturan yang berlaku, minuman beralkohol golongan B dan C hanya boleh dijual oleh pihak yang memiliki izin resmi (SKPL BC) dan hanya diizinkan untuk diedarkan di hotel berbintang minimal tiga. Namun, kondisi di lapangan menunjukkan banyak restoran dan tempat hiburan yang belum memenuhi ketentuan tersebut.
“Ketika kami melakukan sidak, hampir semua tempat menjual. Ini memperkuat bahwa pengawasan memang masih sangat lemah,” ungkapnya.
Selain melanggar regulasi, lanjut Karnain, maraknya peredaran minol juga menimbulkan keresahan di masyarakat. Ia mengaku menerima sejumlah laporan warga yang terganggu dengan perilaku mabuk-mabukan yang kerap terjadi di ruang publik.
Karnain menilai, salah satu penyebab lemahnya pengawasan adalah terbatasnya sumber daya manusia (SDM) dan anggaran yang dimiliki Satpol PP. Meski begitu, ia menilai pemerintah masih bisa melakukan langkah sementara dengan memberdayakan potensi yang ada di tingkat bawah.
“Satpol PP bisa mengusulkan pengaktifan kembali petugas berseragam hijau atau hansip sebagai tim bantuan di tiap kelurahan dan kecamatan untuk ikut membantu pengawasan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Komisi I DPRD Kota Bogor juga telah mengusulkan penambahan anggaran bagi Satpol PP, baik untuk menambah jumlah personel maupun meningkatkan frekuensi sidang tindak pidana ringan (tipiring).
“Minimal ada peningkatan frekuensi sidang tipiring. Jangan hanya tujuh kasus setahun. Idealnya bisa dua sampai tiga kali dalam sebulan agar ada efek jera dan kepastian hukum,” tegas Karnain.
Karnain berharap, langkah-langkah tersebut dapat memperkuat penegakan aturan dan menciptakan lingkungan yang lebih tertib serta kondusif bagi masyarakat Kota Bogor.
“Kota Bogor harus menjadi kota yang aman dan beradab, bukan tempat yang membiarkan pelanggaran hukum terjadi di depan mata,” tutupnya.
Views: 2
COMMENTS